Halaman

12.10.2011

PNS : Muda Kaya Raya, Tua Korupsi Aja


Warning! : Jika nada tulisan kali ini bersifat tendensius, silakan menghentikan niat kamu untuk membaca. Jika penasaran, silakan lanjutkan.

Kembali terkenang saat sedang ngobrol santai bersama teman-teman. Sedikit bercanda aku berkata : aku tidak akan masuk PNS sebelum suap menyuap penerimaan PNS dihapuskan. Temanku berkata : Tidak mungkin itu, dok. Sampe kapanpun tidak akan pernah hilang "tradisi" suap menyuap itu. Apalagi di daerah kita ini.
Masih dengan pendirianku, tapi lebih melunak : pasti bisa hilang kok suap menyuap tu. Setiap pergantian generasi pasti akan semakin baik. Ya semoga saja, setidaknya dari unsur KKN itu, Korupsinya mulai dikurangi.
Rupanya percakapan itu mulai ada buah-buahnya sekarang. KPK dan dinas perpajakan mulai mengendus rekening "gendut" para PNS muda. Ada indikasi permainan uang dalam penyelenggaraan kerja. Intinya, ada indikasi korupsi di sana. Berarti, langkah baru sedang dibuat untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia. Aku setuju, perbaikan itu dimulai dari aparaturnya, yaitu PNS.

Sejak diberlakukan kesepakatan penghentian pengangkatan PNS untuk seluruh wilayah Indonesia, beberapa wilayah semakin menggeliat seperti cacing kepanasan. Contohnya yang paling santer di pulauku adalah wilayah Klungkung. Dengan penuh semangat, Klungkung "mamaksakan" untuk tetap melakukan pengangkatan PNS khususnya untuk posisi tenaga pengajar dan tenaga kesehatan. Menurut mereka, wilayah Klungkung masih kekurangan tenaga-tenaga tersebut.

Alasan yang dilontarkan tersebut langsung terbantahkan (meskipun tidak secara gamblang) oleh pernyataan pusat statistik wilayah yang tertulis dalam surat kabar daerah. Dikatakan, memang untuk wilayah tertentu Klungkung kekurangan tenaga pengajar dan tenaga kesehatan, misalnya daerah Nusa Penida. Namun, setelah dilihat dengan seksama, masalahnya terletak pada distribusi tenaga kerja tersebut. Di kota Klungkung, tenaga pengajar dan tenaga kesehatan surplus! Seperti semut yang menggrayangi gula, semua terpusat di kota. Berarti, permasalahan mamang berada di distribusi, bukan pada jumlah. Apakah ada jaminan dengan tetap menerima PNS maka daerah-daerah kekurangan itu akan mendapatkan pelayanan yang layak? Atau justru kembali lagi "nimbrung" bareng di kota? Jadi, ada baiknya menggunakan sumber tenaga yang ada terlebih dahulu, didistribusikan yang benar, baru kembali dipertimbangkan lagi kebutuhannya.

Seandainya masih tetap ngotot, naaaahh, orang akan berpikiran lagi : ada apa ini? Adakah udang di balik Klungkung??
Seperti suatu rahasia yang umum diketahui, upaya untuk masuk PNS di beberapa daerah masih memerlukan "sesembahan" untuk memperlancar dan memperbesar peluang menjadi PNS. Seorang senior pernah menceritakan tentang keluarganya yang ingin masuk PNS. Sudah sekian kali berusaha ikut penerimaan pegawai negeri, kesempatan itu tidak kunjung datang juga. Hingga akhirnya mereka menggunakan cara lain. Masuklah faktor X, dengan dana sekitar 100jt, ternyata keluarganya itu masuk juga menjadi PNS. Barangkali saja memang kesempatan itu baru tiba saat ini, entah ada faktor x ataupun dengan faktor x. Namun, yang jelas, saat faktor x itu dimasukan dalam upaya mencari pegawai negeri, kesempatan itu tiba.

Bagaimanapun, upaya KPK dan dinas Pajak untuk mencari para PNS muda yang "nakal" disamping PNS tua yang sudah tidak "berfungsi" dengan baik merupakan langkah yang patut didukung (setidaknya bagi aku). Proses birokrasi kita akan sangat efektif saat penatanya juga efektif.
PNS yang dulu identik dengan kesederhanaan, sesuai dengan baju coklatnya, kini mulai berubah menuju PNS yang bergemilang harta. Banyak yang tergiur dengan fasilitas tunjangan pensiun, seperti suatu hadiah di ujung jalan atas pekerjaan yang sudah dilakukan hampir seumur hidupnya. Hadiah tersebut semestinya akan menjadi hak yang wajar seandainya memang telah melakukan tugas PNS dengan baik dan benar.

Wakil ketua KPK (Haryono Umar) dalam acara di TV One berkata, barangkali apabila gaji PNS diperhitungkan secara matang sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam satu bulan, maka tidak akan terjadi penyimpangan seperti korupsi saat bertugas menjadi PNS. Dalam hatiku sempat berpikir : mungkin saja itu terjadi. Jika semua sudah tercukupi, barangkali keinginan untuk mencari hal lainnya dapat diminimalisir.
Tapi..............,
kembali ingatlah apa yang dikatakan Bang Napi : kejahatan bukan saja terjadi karena ada niat, tetapi juga karena ada kesempatan.
PNS, waswas lah! waswas lah!

Sumber gambar :
http://suaramerdeka.com/foto_aktual/9a039f227b672ac4e364346b3cc58304.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAPPY COMMENT...