Halaman

8.16.2011

Bunda Maria, Wanita Hina yang Menjadi Bunda


Minggu kemarin (14/8) menjadi perayaan Bunda Maria naik ke surga (bersama jiwa dan raganya). Sebagai orang Katolik, kita mengimani hal itu. Iman seperti suatu kepercayaan "buta". karena kita tidak perlu melihatnya untuk mempercayainya. Meskipun tampaknya bukanlah contoh yang sesuai, bisa digambarkan seperti kita percaya pasti ada udara di sekitar kita, meskipun kita tidak melihat udara itu. Kita hanya bisa melihat hasilnya dengan bernafas, dan munculnya sensasi pada kulit.
Perayaan Bunda Maria naik ke surga juga menjadi hari di mana gereja berusaha untuk menunjukkan pandangannya terhadap kehidupan (seperti pandangan hidup yang dijalani Bunda Maria). gereja meyakini, melalui kisah perjalanan hidup maria, bahwa Bunda Maria memiliki pribadi yang menghargai hidup. Dewasa ini dikenal sebagai Pro Life. Dalam perubahan gaya hidup masyarakat dunia, yang juga menantang pikiran umat katolik, gereja sepertinya perlu pegangan seorang tokoh spiritual untuk menjaga pikiran umat katolik pada ajaran yang benar. Di sinilah Bunda Maria menjadi sosok untuk mengingatkan ajaran dan nilai katolik yang benar di benak umat katolik supaya tidak ikut tersapu perubahan gaya hidup sekuler. Perubahan gaya hidup yang sangat menarik perhatian Gereja adalah masalah Aborsi.

Bapak Uskup Mgr. Silvester San Pr, dalam kotbahnya, sangat menentang praktik aborsi yang terjadi di masyarakat. Di Indonesia sendiri, aborsi belum mendapatkan tempat yang legal, meskipun di dalam beberapa kasus medis masih diperkenankan. Di beberapa negara, aborsi adalah tindakan yang tercantum dalam hukum, dan dapat dilaksanakan dengan legal. Perkembangan terhadap kebutuhan (lebih tepatnya tuntutan) masyarakat menyebabkan terjadinya tawar menawar nilai etika dalam hidup, sehingga pada waktunya akan muncul "pemenang" yang mempengaruhi hukum dan pedoman hidup. Tampaknya, di beberapa negara proses tawar menawar masalah aborsi dimenangkan oleh kelompok pendukungnya sehingga kelegalannya pun di sah kan.

Jika berbicara masalah aborsi, akan banyak sekali alasan untuk mendukungnya. Dimulai dari masalah kesehatan fisik dan mental dari cewek yang mengandung, kemudian bergulir dengan penerimaan terhadap masyarakat sekitar, hak untuk memilih menjalankan hidup (termasuk memilih untuk mengandung atau tidak), sampai tentunya masalah ekonomi dan politik ( dibeberapa negara -contohnya cina- jumlah anak sangat dibatasi, bukan). Di sisi yang lain, akan ada juga alasan untuk menolak pelaksanaan aborsi itu. Salah satu poinnya adalah "hidup itu merupakan pemberian Tuhan sehingga patut dipelihara."

Bagaimana dengan opinimu?

Seandainya Bunda Maria berkenan mengadakan telekonfren, tentu aku akan sangat bersemangat untuk menanyakan pendapat Bunda Maria tentang masalah ini. Apakah benar Bunda Maria memiliki pendapat yang sama seperti yang kita harapakan selama ini, atau justru nantinya akan muncul jawaban yang mengejutkan dan tidak terduga? Rasanya tidak perlu untuk menunggu telekonfren karena Bunda Maria "sibuk" membantu Yesus mendengarkan ratapan doa dari umat yang membutuhkan pertolongan. Seperti suatu artefak, sebenarnya jawaban dari permasalahan ini ada di dalam kisah yang sudah lewat, kisah perjalanan Bunda Maria. Alasan aku mengambil judul di atas karena jika dicerna sesuai dengan pendapatku, maka kisah Bunda Maria akan muncul kisah yang menunjukkan penjabaran judul di atas.

Sebelum memulai cerita, aku ingin mengatakan bahwa ini adalah kisah yang dicerna oleh pikiranku. Coba kita ingat lagi saat Maria mendapatkan kabar "gembira" dari Malaikat Gabriel bahwa dia mengandung. Suatu kejadian yang tampak di sini adalah Maria mengandung tanpa seorang suami karena Yosef belum menjadi suami Maria. Meskipun ada embel-embel bahwa kandungan itu merupakan anugerah dari Tuhan, dan campur tangan Tuhan di situ sehingga Maria bisa hamil tanpa menikah, tetapi intinya jelas : Mengandung di luar nikah.

Untuk orang yang berpikiran sekular tentu akan sangat membingungkan membayangkan seorang gadis hamil tanpa seorang suami. Perlu ada pembuhan antara sel telur dengan sel sperma. Anggap saja masalah ini sudah terselesaikan dengan kalimat embel-embel seperti yang aku tulis di atas. Akan tetapi, kalimat embel-embel itu tentu baru "ditambahkan" saat kitab suci dibuat dan saat semua orang baru menyadari bahwa Yesus adalah Tuhan. Bayangkan saat kejadian itu terjadi, saat Maria hamil tanpa seorang suami. Siapa yang akan percaya seandainya Maria berkata "ini anak Tuhan, Lo... Meski aku hamil tanpa suami."
oh ya right???
Untung saja Yosef percaya dan juga tentunya Elisabeth. Entah apa cap Yosef untuk saat itu. Mungkin bisa dibilang "Lelaki bodoh" yang mau tetap bersama wanita yang sudah mengandung. Suatu keadaan yang tidak mengenakan sekali.
Sekilas tentang situasi jaman Maria dan Yosef, bahwa jika diketahui seorang pembelai mengandung sebelum menikah, maka pernikahan dapat dibatalkan dan wanita itu dapat dianggap berzinah dan dihukum rajam. Keluarganya pun akan mendapatkan malu di mata masyarakat. Bisa dibayangkan tekanana batin Maria saat itu? Hebatnya, Maria justru tidak memilih untuk lari dari kenyataan hidup ini, justru malah bernyanyi memuji Tuhan. Tampaknya Maria sungguh percaya akan keadaan dirinya yang mengandung anak dari Tuhan. Ada keuntungannya juga Maria hidup di masa kehidupan ketuhanan sangat kental. Seandainya terjadi sekarang, pasti sudah mampir ke RSJ Bangli. Mana ada hamil di luar nikah, tekanan dari adat dan lingkungan, lalu masih bisa bernyanyi. Kandidat kuat menjadi pasien neh.

Meskipun menjadi wanita yang hina di masyarakat, Maria masih terus berusaha mempertahankan kandungannya yang dia percayai adalah berkah dari Tuhan. Nilai penting yang dimunculkan oleh bunda Maria adalah : percaya bahwa kandungannya adalah berkah. Bukan sekedar mempertahankan selama kandungan, Yesus,yang menjadi anaknya, dirawat dengan rasa sayang berlimpah hingga menjadi pemuda yang kita kenal sekarang. Pemuda yang penuh dengan kebijaksanaan dan hikmah dari Tuhan. Sesuatu yang sangat amat teramat tidak mungkin terjadi jika Maria menjadi ragu dan menggugurkan kandungannya. Atau, jika setelah melahirkan menjadi stres dan justru menyia-nyiakan anaknya. Suatu pilihan hidup yang akhirnya membuat maria layak mendapatkan gelar Bunda bagi gereja.

Dunia di masa Maria adalah dunia yang keras dengan adat yang sangat membatasi manusia dengan aturan. Dunia yang berputar sekarang justru lebih lunak, dengan banyak ruang bagi manusia untuk mengekspresikan dirinya. Jangan sampai semakin banyak ruang untuk mengekspresikan diri justru membuat kita mudah terjatuh pada pilihan yang salah. Pandangan mengenai mengandung sebelum menikah sekarang ini sudah mulai dilihat dengan sikap "lunak", tidak terlalu banyak hukum rajam di sini, keluarga masih sering dapat menerima kembali anak yang mengandung tersebut, dan pernikahan masih dapat dilakukan. Bukannya aku ingin mengatakan bahwa mengandung sebelum menikah itu wajar, tetapi jika itu terjadi tidaklah sekeras di jaman Bunda Maria. Tingkat stres nya lebih rendah.

Meskipun penerimaan masyarakat lebih terbuka, tetapi godaan juga semakin menganga lebar. Perkembangan kedokteran di bidang kandungan memberikan peluang besar untuk melakukan aborsi dengan harga yang relatif terjangkau. Tawaran yang menggiurkan di saat perasaan jadi gundah.

Semua ini merupakan pilihan dari hidup kita. Menjadi orang beriman (entah katolik, islam, budha, hindu, kristen, konghucu) berarti mempercayai karya Tuhan dalam hidup kita. Kepercayaan yang barangkali membuat kita dicap sebagai orang buta. Jika kita buta, biarlah Tuhan yang menuntun. Percayalah akan ada berkah yang melimpah dari kehidupan yang disiapkan Tuhan dalam setiap anak.

Selama mempelajari ilmu reproduksi di kebidanan dan kandungan, aku melihat bahwa jumlah dari sperma, kualitas sperma, kualitas sel telur, dan waktu masa subur tidak selalu memberikan hasil positif dengan hadirnya buah hati. Bahkan, dengan dilakukannya bayi tabung, persentase keberhasilan belum mencapai 100%. Lalu, Apa yang menyebabkan terjadinya kehamilan meskipun faktor-faktor di atas tidak terpenuhi 100%? Kami menyebutnya faktor X. Yang lain menyebutnya nasib. Beberapa mengatakan karena kehendak Tuhan.

Bagaimana dengan pilihan dan pendapatmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAPPY COMMENT...