Halaman

12.14.2011

Kotbah yang Terabaikan

Sedikit terkejut sebenarnya, saat gadis di sebelahku (yang kebetulan adalah kekasihku) menyenggol lengan kananku sambil berbisik samar-samar mendayu :
"Kamu ngerti yang diomongin sama bapak Uskup? Ada yang terserap di pikiran?"
AKu manggut-manggut, tapi tidak terlalu mantap. Menjaga image dunk, masak gak ngerti kotbah kayak ginian...



Perayaan misa minggu sore saat itu dipimpin oleh bapak uskup. Minggu itu adalah minggu ke III misa Adven. Acara tradisi, minggu ini dikenal sebagai minggu gembira, sebagaimana kegembiraan yang coba dibangun melalui kotbah uskup saat itu.

Sayangnya, korelasi antara ceramah/kotbah dengan perhatian pendengar cenderung terbalik seiring waktu. ika kotbah sangat lama, maka perhatian pendengar akan memudar. Dalam ilmu mengajar pun kita kenal istilah kemampuan serap melalui media belajar. Setidaknya 40% materi dapat terserap dengan membaca buku, sedangkan sekitar 20% materi dapat terserap jika mendengarkan materi saja. Jika kedua hal tersebut digabungkan, maka kemungkinan daya serap pelajar akan meningkat.
Kotbah merupakan salah satu media penyiaran dan pengajaran iman. Dengan asumsi tingkat serapan di atas, maka -sebaik-baiknya - akan ada 20% materi kotbah yang terserap oleh umat - sebelum pikiran mulai berkeliaran entah kemana.

Sering kali kotbah yang dibawakan di gereja (kebanyakan saya tinggal di Bali, jadi ya yang di Bali) panjang-panjang (lebih dari 15 menit) dan ditambah lagi dengan intonasi suara yang kurang pas, bernada monoton bahkan terkadang monolog. Lebih celaka lagi, isi materi kotbah tidak menyentuh "bumi". Terlalu mengawang di dalam konsep. Jelas saja, kotbah bisa menjadi "momen" yang melelahkan untuk didengar bagi umat. Mungkin saja -baik sadar maupun tidak- di dalam hati muncul doa : "Tuhan, semoga kotbah ini cepat berakhir"

Siapa yang pernah mengharapkan dalam hati seperti itu??
Hmmm.. sulit untuk melihat siapa-siapa yang mengangkat tangan, nih.

Sebagai media yang lazim untuk mewartakan injil dan pelajaran iman, kotbah perlu untuk diolah sedemikian rupa sehingga langsung terpanah ke dalam hati umat, akhirnya meresap menjadi pedoman hidup. Olahan ini yang tentu menjadi PR bagi para Imam. Makanya, imam pun masih perlu dan harus belajar supaya tetap memiliki "racikan" kotbah yang bisa dinikmati umat.

Apakah itu berarti kotbah harus mengikuti selera pasar (umat_red)?


Bagi aku, jawabannya IYA dan TIDAK. IYA dalam artian "mengikuti" kebutuhan rohani umat. Kotbah yang -sekali lagi menurut aku- baik adalah kotbah yang menjawab kebutuhan rohani umat dengan segala permasalahannya yang real terjadi. Di bumi Indonesia yang sedang acakadut sekarang, mulai dari penurunan moral masyaraakt, tingkat persaingan ekonomi yang kritis, sampai masalah korupsi kolusi nepotiseme, tentu kotbah yang diharapkan adalah kotbah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Yang menyejukkan di dalam peperangan hidup di dunia ini.
Seperti yang diajarkan Tuhan Yesus dalam doanya : Terjadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga, apa yang kita harapkan terjadi di bumi ini tentu seperti kebaikan yang terjadi di surga. Dengan kotbah-kotbah yang menyejukkan dan memberikan inspirasi/semangat sesuai dengan realita permasalahan yang ada, umat tentu akan semakin semangat menciptakan kebaikan di bumi seperti di surga yang diharapkan.

Tapi, aku juga TIDAK setuju jika kotbah mengikuti kemauan pasar/mayoritas umat. (semoga saja tidak terjadi dan hanya ada dalam pikiranku) Jangan sampai saat mayoritas umta merupakan golongan yang anti terhadap "sesuatu" atau malah mendukung "sesuatu", kotbah imam juga ikut-ikutan anti "sesuatu" itu atau mendukung "sesuatu" itu meski melanggar nilai kebenaran.
Sesuatu itu bisa apa sajaa, mulai dari ideologi, partai, sampai tujuan politik tertentu.

Jangan sampai, deh, kotbah hanya ingin menyenangkan umat tanpa memberikan nilai kebaikan dan kebenaran!

Kotbah tidak semata-mata untuk menyenangkan "telinga" umat, tetapi juga turut membawa umat ke jalan kebenaran, jalan yang kita percaya tercermin dalam hidup Yesus.

Bukti sukses dari kotbah para imam adalah pemahaman umat dan -yang paling diharapkan- perubahan pola hidup umat. Bagaimana upaya kotbah itu supaya umat tetap berjalan di jalan terang meski dunia memberikan banyak sekali "masalah". Tidak saja imam, kita semua pasti mengharapkan kesuksesan kotbah itu. Kiranya kotbah-kotbah yang kita dengar setiap hari minggu mampu menguatkan iman kita, dan menumbuhkan pengharapan di tengah-tengah pergolakan dunia, sama seperti Yesus yang selalu menyemangati murid-muridnya melalui kotbah-kotbah.


Selamat Menjalani Masa Adven & Selamat Persiapan Natal.

Semoga hidup kita semakin menyinarkan kebaikan.

2 komentar:

  1. hihihi...
    sebaiknya kotbah dikasi juga sesi tanya jawabnya...biar seru...tapi jadi lama ya hahaha

    BalasHapus
  2. Klo ada sesi tanya jawab, bisa-bisa bakal ada lapak makanan ringan di gereja. Sambil ngopi dan maem mie, kita berdiskusi tentang kitab suci,ahaha

    BalasHapus

HAPPY COMMENT...