Halaman

10.18.2011

Mencari Mie Malam Hari

Weekend datang lagi. Syukurlah weekend kali ini tidak ada pekerjaan yang menumpuk, meskipun kemarin (sabtu)  harus bergadang karena tugas. Rencana untuk ke pantai dan latihan Surfing batal hari ini. Kondisi tidak memungkinkan. Kalau dipaksakan, jangan-jangan aku yang dinaiki papan surfing. Akhirnya minggu ini fokusnya bekerja membantu membersihkan ruang kos kekasihku dan melengkapi barang-barang yang diperlukan.
Sampai malam tiba, tumben-tumben muncul kenginan mencari makanan berkuah. Setelah saling pandang, menyatukan pikiran, ternyata keinginan kami sama. Ingin mencari Mie Ayam! Aku ingat ada dagang mie ayam dengan "toko" gerobak di daerah Jl. Gunung Agung. Segera saja meluncur menuju TKP. Eeeeh, saat lewat, tidak satupun tampak gerobak yang aku maksudkan. Justru malahan sate babi yang ada. Saat dulu ingin makan sate babi, malah tidak ada. Sekarang ingin beli Mie Ayam, malah dia yang nongol.

Berpikir dan berpikir lagi, kami punya pengalaman untuk makan di warung kaki lima Pertokoan Udayana. Di sana juga ada Mie, meskipun bukan Mie Ayam. Rasa "ngidam" sudah melebihi rasa malas, jadi meskipun lokasinya jauh dari kos, tetap saja motor ini diarahkan menuju pertokoan Udayana itu.

Malam ini warung yang buka hanya dua. Syukurlah warung mie-nya setia untuk buka. Lihat menu dulu. Wah, rupanya rasa "ngidam" ku masih bisa dikalahkan oleh satu hal : yaitu masalah duit. Mencoba untuk meraba-raba dompet, rasanya uangku cukup lah. Tapi, aku ingin memastikan bahwa aku tetap dapat menikmati uang ku hingga akhir bulan. Setelah kami pertimbangkan, cukup lah rasanya membeli Mie biasa saja.



Harga emang ga bisa bohong. Ibarat pepatah : ada ongkos, ada kepuasan. Mie 8 ribu yang kami pesan rupanya benar-benar plain mie (mie tanpa tambahan daging atau setidaknya penghimbur kerupuk atau tahu). Hanya ada mie, sayur hijau, dan kuah. Kuakui, kuahnya enak. Syukurlah, biar tidak rugi, kan, beli 8 ribu. Yah, meskipun sedikit kecewa karena tidak ada ekstra daging atau lauk tambahan lainnya, makananku ludes juga. Ehehehe, namanya juga lapar (dan bayar pake duitku juga, amit-amit dueh musti menyisakan makanan). Untuk seluruh makanan yang kami pesan, aku membayar 19.500. Yup, sesuatu gitu. Sebuah harga untuk memenuhi keinginan ngidam. So, pelajaran untuk akhir pekan kali ini :
ngidam itu sungguh "berharga".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAPPY COMMENT...