Halaman

8.24.2011

Separation Among Unity (Antara Mobil & PGC)


Pernah suatu kali formator SMAku berkata : hidup bersama itu diibaratkan menaiki mobil di jalan raya. Setiap orang memiliki tujuannya, berjalan dengan kecepatannya sendiri. Di jalan, kadang kala kita akan macet, saling bergesekan, bahkan kadang bertubrukan.

Kembali aku mengingat perumpamaan yang diceritakan oleh formatorku setelah rangkaian kejadian yang terjadi selama PGC 69 ku ini. Saat satu mobil dan lainnya memiliki tujuan yang berbeda dengan arah yang berbeda, sangat mudah sekali terjadi kemacetan. Di sana sini muncul gesekan-gesekan kecil, yang akhirnya menjadi lecet sana sini. Permasalahan kecil yang menggelinding menjadi permasalahan besar. Permasalahan besar yang mungkin saja nantinya menutup mata kita tentang arti sebuah "kolega", atau persaudaraan dalam profesi, sehingga kata itu hanya sekedar kata tambahan setelah mendapatkan gelar nantinya.

Kisah dari rangkaian kejadian dalam tulisan ini barangkali berawal jauh hari sebelum kami menuju desa tujuan PGC. Biarkan aku bercerita berbual-bual dulu.
Awalnya adalah konsep. Sebuah konsep yang muncul di dalam pikiran akan mengarahkan tingkah laku orang, terutama pilihan perilaku saat mengatasi suatu masalah. Konsep itu mulai berbenih di benak kami sebelum diutus ke Desa tempat kami bertugas. Konsep itu bisa dalam bentuk jawaban atas pertanyaan :
"bagaimana aku akan menghabiskan hari-hariku di PGC? Apa pentingnya PGC bagiku? dsb".
Setiba di Desa, setiap orang membawa perlengkapannya, sekaligus membawa konsep yang sudah mulai muncul di benaknya. Dimulailah perjalanan PGC dengan bekal konsep di masing-masing saraf neuron.

Buah dari konsep itu mulai muncul dalam minggu-minggu ini. Setelah kemarin Senin (22/8) beberapa teman mengadakan acara memanggang bersama, yang barangkali secara "khusus" dilaksanakan dalam kelompok eksklusif, mulai muncul satu-dua tanggapan. Dimulai dari status salah satu teman yang tampaknya kurang meng-enak-an bagi teman yang lain. Yang satu mengatakan "untuk apa berjaga di Puskesmas Pembantu (tempat menginap di desa)? Apakah bentuk suatu idealisme?" yang lain mengatakan "tidak bertanggung jawab! Sudah seharusnya untuk tinggal di Puskesmas Pembantu (PusTu), atau setidaknya mengikuti jadwal jaga yang awal sudah disepakati" (kalimat ini bukanlah kalimat yang sebenarnya, sedikit perubahan kata dilakukan. Semoga tidak merubah makna dan bagaimana emosi bergejolak saat membacanya).

Dapat dirasakan, bukan? Dua konsep yang mulai bertubrukan. Jika ditanyakan, tentu setiap orang memiliki alasannya. Setiap alasan yang menggunakan nilai rasionalitas dan irrasionalitas, apapun itu untuk mendukung konsep pikirannya. Pertanyaannya, apakah tubrukan ini akan berhenti hanya saat tiba di akhir PGC? Aku rasa tidak. Seperti sebuah lecet pada badan mobil, akan membentuk suatu bekas. Memang dapat dihilangkan dengan pelapis, namun bekas itu tetap tidak dapat sembuh dengan sempurna.

Seandainya bekas itu masih ada, apa yang mungkin terjadi? Aku tertarik dengan apa yang dikatakan temanku, Adit. "Seandainya permasalah (antara tinggal di lokasi Desa atau tidak) ini saja bisa membuat terjadinya perpecahan, bagaimana besok saat sudah menjadi kolega kedokteran (dengan setiap pemikiran yang mungkin berbeda)".
Wow! Betul juga. Sambil memegang daguku yang tidak berjambang layaknya pemikir tua, aku mulai menyadari kemungkinan itu. Dapat dipastikan kedepannya akan semakin banyak yang memiliki konsep dalam perjalanan hidup, sehingga akan semakin besar kemungkinan terjadinya crash! Maka, konsep sebuah persaudaraan yang satu (kolega) akan mulai digerogoti dari dalam karena saling tubruk tanpa dibarengi oleh penyelesaian yang cepat. Apakah semua itu dapat dihindari? Atau, seandainya terjadi, apakah bisa segera diatasi?

Hari setelah acara memanggang yang eksklusif itu masih menyisakan "tensi tinggi" bagi beberapa rekan yang tinggal di Desa. Mungkin juga bagi rekan-rekan yang tidak berada di Desa, yang mulai bergesekan dengan konsep kami. Dalam hati rasanya ada harapan bahwa waktu akan mulai menghapuskan perseteruan psikologis ini. Kapan waktu itu akan tiba? Bagiku sendiri, jawabannya ada dibalik toleransi dan pengertian.
Ataukah kita terlalu pintar (dan angkuh) untuk mulai tidak percaya pada toleransi dan pengertian?
Kalau benar seperti itu, maka bawa pergi kepalamu itu, karena mobil kita akan segera bertabrakan :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAPPY COMMENT...