Halaman

6.08.2011

Public Servis In Bali (1)

Jalan Bopeng Tak Diundang, Macet Datang Tak Diantar

Hari ini cuaca terasa lebih dingin dari biasanya. Pagi-pagi harus berangkat ke rumah sakit terasa merinding. Pori-pori kulit terasa mengkerut, sampai seperti kulit reptil. Berangkat dari rumah menuju ke rumah sakit sudah kurencanakan di pagi hari. Sebelum jam menunjukkan pukul 7 pagi. Kalau tidak, wooooh, sudah dicegat oleh kemacetan. Denpasar dan sekitarnya sekarang ini sudah sering kali dihinggapi kemacetan. Kalau mau dibandingkan dengan keadaan 10 tahun yang lalu, ya beda jauh lah. Kesan metrocity Denpasar mulai tampak dengan adanya kemacetan sedari pagi hari.


Enaknya kalau berangkat pagi itu aku bisa berangkat dengan santai. Banyak teman-teman pengendara lain yang ikut berangkat pagi, dan tidak tergesa-gesa. Tidak macet, tidak tergesa-gesa. Kalau sudah santai seperti ini, rasanya mengawali hari dengan cerah, seluruh hari akan cerah. Tapi, kecerahan ini sekarang mulai berubah 180% seandainya menginjak siang hari. Semua kendaraan tumpah ruah di jalan Denpasar dan sekitarnya. Ini seperti balapan di "hutan" kota. Masih untung kalau jalan nya mulus tanpa hambatan. Sekarang malahan kemacetan justru dikarenakan banyaknya jalan yang berlubang, atau ada perbaikan yang melibatkan aktivitas kerja di jalan. Otomatis, kemacetan yang sudah sering terjadi, semakin ditambah macet. Peningkatan waktu macet, ditambah cuaca yang sering kali panas di siang hari, akan meningkatkan juga stres di masyarakat. Bisa jadi, semakin banyak yang mengalami penurunan kualitas hidup di Bali karena stres (ehehe, hanya opini saja, bukan doa lo).

Masalahnya, jalan-jalan di kota Denpasar sudah maksimal, dalam artian sudah tidak dapat diperbesar lagi. Paling banter 3,5 meter lebarnya. Memang ada jalan-jalan baru, tapi itu berada di wilayah luar kota. Bayangkan saja jalan yang hanya 4,5 meter itu diperparah dengan bopeng di sana sini, lalu ada juga perbaikan yang operasinya di jalan, belum lagi ada yang memarkirkan mobil di sisi jalan. Bisa jadi jalan yang hanya 4,5 meter itu efektif lebarnya adalah 2,5 meter. Alhasil, ini seperti sumbatan selang air, alirannya terganggu.

Akar Masalah

Apakah wajar terjadi berulang-ulang seperti itu? Sering kali baru saja jalan diperbaiki karena bopeng, eh, dalam beberapa bulan sudah rusak lagi. Atau, baru saja ada proyek perbaikan selokan, belum berselang 3 bulan, sudah ada proyek perbaikan kabel yang aku sendiri tidak begitu mengerti kenapa harus sampai "ditanem" di bawah jalan. Kesannya, pengaturan/pengelolaan yang melibatkan jalan tidak dikoordinasikan dan direncanakan dengan baik. Seperti suatu hal yang lumrah, seringkali aku hanya berujar : yah, macet lagi. Yah, ada perbaikan lagi. Tetapi, yah itu lebih karena kepasrahan belaka karena sudah menganggapnya lumrah. Mati rasa dueh.

Mungkinkah perlu dibuat pengumuman publik atau jadwal pelaksanaan kegiatan yang berlangsung di jalan supaya pengguna jalan tahu dan siap seandainya akan melewati jalan tersebut? Bayangkan saja seandainya aku tahu bahwa di bulan Juni ini akan ada perbaikan jalan di Jl. Cokroaminoto yang dimulai pukul 18.00 hingga 21.00, jalur alternatif yang disarankan adalah jl Kebo Iwa, dsb. Aku akan berpikir : wah, harus berangkat lebih awal neh. Nanti saat pulangnya aku bisa melewati jalan lainnya. Lalu, untuk bulan berikutnya juga ada pengumuman : akan dilakukan galian kabel di jl. Cokroaminoto Barat dari pukul xxx hingga xxx.

Meskipun tidak banyak merubah kemacetan, setidaknya secara mental dan rencana untuk melewati jalan tersebut jadi lebih tertata. Semakin banyak alternatif jalan yang bisa dipikirkan. Ini bukanlah solusi dari permasalahan kemacetan karena jalan bopeng itu. Namun, setidaknya menjadi suatu iktikad baik dari pengelola jalan (mungkin Jasa Raharja ya?) yang meyakini bahwa jalan adalah sarana penting bagi masyarakat. Waktu bisa lebih efektif di jalan, dan secara psikologis juga lebih tenang.
Bukankah Bali adalah pulau yang menjadi ikon pariwisata? Jangan sampai kemacetan dan jalan yang bopeng malah menurunkan citra Bali ini. Malu dueh jadinya. Apa kata dunia ??!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAPPY COMMENT...