Halaman

12.16.2011

Pembantaian Mesuji, Kasus Yang (sangat) Mungkin Terjadi di Indonesia

Perhatian!
Beberapa gambar di bawah menunjukkan kesadisan. Jika ANDA di bawah 18th atau tidak senang dengan materi SADIS, harap pindah ke bacaan lainnya.

"Uih, coba liat TV One!"
Tiba-tiba teman di sebelahku berteriak sambil bergegas mengganti saluran TiPi ke lokasi yang diharapkan. Tumben dokter gigi temanku ini ingin lekas-lekas melihat TiPi. Selama kukenal, masalah acara TiPi bukan masalah yang perlu tergesa-gesa baginya.

Rupanya ada posting BBM (Black Berry Massager) yang masuk ke hapenya yang berisikan kasus pembunuhan menyangkut masyarakat Bali perantauan. Baru kita dengarkan sebentar inti berita yang sedang berlangsung, kami langsung terkejut. Tiga puluh orang warga di Lampung (yang di dalamnya termasuk warga transmigran Bali) dibantai. Ini pembunuhan masal (lagi) di era reformasi Indonesia. Di antara orang-orang terbantai itu, ada nama-nama Bali yang semakin membuat kami miris.

:salah satu foto yang menjadi bukti pelaporan warga Mesuji

Kekagetan awal itu terjadi beberapa hari yang lalu. Seiring waktu bergulir, pemberitaan tentang pembantaian di Mesuji itu semakin sering diulas di layar kaca. Perseteruan antara warga transmigran yang sudah bermukim lama di sana melawan perusahaan yang ingin mengembangkan lahan sawit. Di antara mereka berdua terdapat aparat yang (katanya) menjadi kaki tangan perusahaan untuk memudahkan penggusuran warga. Salah satu metode penggusuran itu adalah...menghabiskan nyawa para pembangkang.
Cara kuno yang masih efektif, tampaknya, di jaman sekarang ini.

:Salah satu foto bukti pembantaian warga

Beberapa pihak mulai mengamankan lembaganya masing-masing. Kepolisian Indonesia mulai mengeluarkan statement tidak ada anggotanya yang melakukan pembunuhan seperti itu. Kementerian hukum dan ham mulai turun, seperti pahlawan India yang datang di belakangan, dengan janji akan menuntaskan permasalahan ini. Sedangkan dari pihak masyarakat terus merangsek maju, seperti api yang disiram minyak tanah, berkobar untuk menuntut keadilan. Suatu sinetron baru lagi yang masuk dalam kancah kehidupan di Indonesia. Lembaga apa lagi yang hendak "memutus ekor"-nya supaya tidak dikait-kaitkan lagi dengan kasus ini (sebelum melebar)?

Masalah ini menarik. Pertama, dari sisi waktu. Menurut pengakuan warga, masalah pembantaian manusia ini sudah terjadi sejak awal 2011. Berarti itu sudah hampir 1 tahun. Upaya-upaya hukum berupa pelaporan sudah diupayakan selalu, namun tidak kunjung mendapatkan respon yang layak. Kenapa bisa tidak mendapatkan respon yang tidak layak? Padahal ini menyangkut pelaporan penghilangan nyawa orang?

Yang kedua, mengenai sengketa perusahaan dan warga. Di Indonesia ini, dimana sering dikatakan sebagai negara berkembang, dan ekonomi yang relatif stabil sehingga para investor tertarik untuk menanamkan modal di Indonesia dibandingkan negara lain di belahan Eropa, maka perusahaan-perusahaan tentunya diharapkan akan menjamur di Indonesia. Sayangnya, sengketa antara perusahaan dan warga sering muncul. Kita lihat sebelumnya di Papua antara Freeport dan warga lokal. Bukan itu saja, bentrok perusahaan dengan hewan pun terjadi di Indonesia. Contohnya perusahaan sawit yang membunuh orang hutan di Kalimantan. Seandainya tidak ada aturan main yang baik dan benar, perang antara investor dan masyarakat akan semakin "menggila".

:seorang perwakilan warga (Totok) memperlihatkan gambar korban pembantaian Masuji

Siapa dari dua pihak ini yang akan menang?

Sejarah menunjukkan, di awal sengketa, perusahaan dapat memegang kendali peperangan ini. Namun, seiring munculnya benih kebencian dan kemarahan, maka masyarakat akan angkat tangan bersama. Terjadilah yang dikenal oleh orang Belanda dahulu sebagai AMOK (Amuk). Kita semua tahu, ada "mitos" yang mengatakan masyarakat Indonesia itu ramah-ramah dan sopan santun. Namun, "mitos" kuno itu mestinya juga harus disesuaikan dengan sejarah bangsa ini, yang dikenal mudah meng-Amok, ilang akal, dan siap beringas bagaikan api.

Di dalam ketidakadilan dan keterpojokan, bahkan tikus-tikus dapat berontak melawan seekor kucing.

Setelah aku pikir-pikir, rasanya masih tidak brutal saat terjadi pembunuhan terhadap orang utan di Kalimantan karena alasan perintah mengembangkan lahan sawit. Bagaimana tidak, demi alasan yang sama (pengembangan lahan sawit) nyawa orang (non-utan) yang dihilangkan.
Aku sangat mengutuk tindakan ini jika terbukti benar terjadi. Aku pikir, perkara ini tidak boleh hilang ditengah jalan dan otak pelakunya perlu diusut tuntas, tidak serta merta hanya "pelaksana" di lapangan. Miris rasanya membayangkan menghilangkan nyawa seseorang demi keuntungan sesaat.

Jika melihat kebiasaan hukum yang berjalan di Indonesia, pengungkapan kasus hanya sampai di tahap "pelaksana" lapangan saja. Baru tiba di "otak" nya, seperti menemukan lingkaran hitam yang gelap. Atau lebih tepatnya seperti menemukan rumah para dewa yang tidak dapat terusik oleh apapun, termasuk hukum. AKhirnya, munculah kambing-kambing berwarna hitam untuk dikorbankan, disantap oleh publik, dan akhirnya meredakan perasaan ketidakadilan masyarakat.

Semoga kasus Mesuji ini mendapatkan perhatian yang layak dan -tentunya- menemukan dalang-dalang yang "tepat" selama investigasi ini.
Mari kita - masyarakat yang perhatian pada rasa keadilan dan kebenaran - memantau perkembangannya melalui media masa. Bentuk simpati yang mungkin kita berikan adalah dengan berdoa, dan mengingatkan dalam hati untuk selalu menghargai sesama lebih dari keuntungan sementara yang hanya dapat dinikmati satu-dua tahun kehidupan (sebelum akhirnya kita menghilang menjadi debu dunia).

Sumber gambar :
1. http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20111215_Warga_Mesuji_Tunjukkan_Bukti_Kekerasan.jpg

Berita terkait :
http://en.vivanews.com/news/read/272779-indonesia-mesuji-case-investigated

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HAPPY COMMENT...